Laman

Welcome

Selamat Datang Pembaca Cerdas,
Selamat Datang Di Blog Saya Ini. Semoga Anda Mendapatkan Apa yang Anda Inginkan dan membuat Anda menjadi lebih Baik Lagi..

Salam Dahsyat


Tizar Rahmawan

Senin, 30 Agustus 2010

Contoh Proposal Penelitian Kuantitatif

PENGARUH KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA TERHADAP DEPRESI PADA ISTRI
A.    Latar Belakang Masalah
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang pada saat ini marak terjadi di masyarakat kita. Fenomena KDRT sebenarnya bukan sesuatu yang baru, bahkan sudah ada sejak jaman dulu hanya saja saat ini perkembangan kasus-kasusnya semakin bervariasi. Hal ini juga diikuti oleh kesadaran dari korban untuk melaporkan kepada aparat hukum atau lembaga yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kasus kekerasan rumah tangga (anak dan perempuan).
Fenomena tersebut semakin memprihatinkan karena sering kali pelaku kekerasan adalah orang-orang yang dipercaya, dihormati, dan dicintai, serta terjadi di wilayah yang seharusnya menjamin keamanan setiap penghuninya, yaitu keluarga. Ironisnya, kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan intimnya justru menduduki peringkat tertinggi diantara berbagai macam bentuk kekerasan terhadap perempuan (Departemen of Public Information, United Natios, 1995).
Di tahun 2008 (hingga 22 Desember) Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre mencatat bahwa mayoritas pelaku KDRT  terhadap perempuan adalah suami (76,98%), mantan suami (6,12%); orangtua, anak, saudara (4,68%). Di samping itu, 9,35% pelaku adalah pacar atau teman dekat. (http://www.perempuan.or.id/?q=content/tahun-2007-statistik-kekerasan-dalam-rumah-tangga, di akses 13-10-2009)
Kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan intimnya tersebut dikenal dengan istilah “kekerasan dalam rumah tangga” (Johnson& Sacco, dalam Hakimi,dkk, 2001).
Kekerasan dalam rumah tangga yang disingkat menjadi KDRT merupakan masalah rumah tangga yang banyak terjadi khususnya di Indonesia di mana mayoritas masyarakat Indonesia menganut system patriakhal (Arivia, 1996). Pengalaman kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meliputi empat bentuk kekerasan yaitu fisik, seksual, psikologis dan ekonomi (Mufidah, 2003).
KDRT ini menjadi masalah sosial yang sangat serius dan kurkarena berbagai alasan, diantang mendapat tanggapan dari masyarakat, karena berbagai alas an diantaranya, KDRT memiliki ruang lingkup yang terutup dan terjaga ketat privacy-nya karena persoalaannya terjadi dalam area keluarga. Ketidakmengertian akan bentuk kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) sering membuat para istri tak mengerti apa haknya dalam rumahtangga (http://www.kompas.com/hai.para.istri.kenali.hakmu, diakses 13/10/2009). Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu akibat dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinate yang dalam konteks permasalahan ini adalah konteks kekerasan dalam rumah tangga . Dimana Kaum lelaki menjadi oppresion kaum wanita, ataupun juga Orang tua sebagai oppresion pada anak – anaknya. Kesemuannya ini mengakibatkan pengaruh yang besar akibat dari perlakuan dari kelompok dominan terhadap kelompok subordinate dalam bentuk suatu perilaku agresi yaitu penganiayaan, maupun penyiksaan (http://www.lodaya.web.id/?p=2660, akses 24/11/2009)
Disadari atau tidak dampak kekerasan dalam rumah tangga sangatlah besar. Baik berdampak pada kehidupan istri maupun dampak terhadap kehidupan anak. Secara fisik korban atau istri dapat menderita memar, patah tulang, terkilir, cacat fisik, gangguan menstruasi, kerusakan rahim, keguguran, terjangkit penyakit menular seksual bahkan kematian (Hayati, 1999). Dampak yang akan sangat membekas adalah dampak terhadap jiwa atau psikologis istri. Berbagai pengalaman kekerasan yang diterima akan membuat istri depresi, mengalami kecemasan, ketakutan, trauma dan gangguan sejenis lainnya. Kesemuanya dapat mempengaruhi dan membentuk kepribadian dan perilaku yang negatif. Istri akan dihinggapi rasa malu, tidak percaya diri, bersalah, dan lain sebagainya yang dapat melemahkan harga diri istri. Jika hal ini terus dibiarkan akan semakin parah dan dapat menyebabkan istri menutup diri atau mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Luhulima, 2000).
Secara umum KDRT ini tidak memihak, artinya siapapun dapat terkena permasalahan tersebut. Hal merupakan persoalan serius bagi kaum perempuan, karena hak-hak reproduksi mereka betul-betul terampas. Sejak dari menikmati hubungan seksual yang aman, menentukan kehamilan, menjalani masa kehamilan yang sehat, menjalani masa menstruasi yang sehat dsb. Berbagai kekerasan yang dialami oleh perempuan dalam kehidupan rumah tangga juga seringkali menyebabkan mereka menderita penyakit kronis, hingga menyebabkan kematian yang perlahan-lahan (http://prov.bkkbn.go.id, diakses 24/11/2009).

B.     Rumusan Masalah
Apakah kekerasan dalam rumah tangga berdampak terhadap depresi pada istri?

C.    Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan kekerasan rumah tangga berdampak pada perilaku antisosial anak

D.    Manfaat
Penelitian ini dibuat dengan tujuan memiliki beberapa manfaat di antaranya memberikan kontribusi keilmuan di bidang psikologi, khususnya dalam masalah sosial, memberikan pengetahuan mengenai ada tidaknya kekerasan dalam rumah tangga di daerah yang diteliti.

F. KAJIAN PUSTAKA

Ø  Landasan Teori
  • Pengertian Rumah Tangga
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga poin I, menentukan bahwa rumah tangga terdiri dari:
a.       Suami, istri, dan anak
b.      Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga sebagaimana yang dimaksud di atas karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan atau
c.       Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut, dalam jangka waktu selama berada dalam rumag tangga tersebut.
·         Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
KDRT menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh pasangan intimnya tersebut dikenal dengan istilah “kekerasan dalam rumah tangga” (Johnson& Sacco, dalam Hakimi,dkk, 2001). Krahe (2005) mendefinisikan KDRT sebagai adanya niat untuk mencederai atau menyakiti salah aatu anggota keluarga.

  • Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga

 Venny (2003) lebih banyak dan spesifik menjelaskan tentang dampak KDRT, yaitu:
1.      Dampak secara medis di antaranya adalah korban KDRT akan mengeluarkan biaya kesehatan lebih besar satiap tahunnya. Keluarga yang megalami KDRT akan menemui dokter 8 kali lebih banyak disbanding dengan mereka yang tidak pernah mengalami KDRT.
2.      Dampak secara emosional adalah depresi, penyalahgunaan atau pemakaian zat-zat tertentu, kecemasan, percobaan bunuh diri, keadaan stress pasca trauma dan rendahnya kepercayaan diri.
3.      Dampak secara personal di antaranya adalah anak-anak yang menyaksikan (sebagai saksi) KDRT akan mengalami masalah dalam kesehatan mentalnya, termasuk perilaku antisocial dan depresi.
4.      Dampak secara professional di antaranya adalah kinerja yang buruk dalam bekerja dan ketakutan kehilangan pekerjaaan.
Dampak KDRT Terhadap Anak
1.      Ketegangan & kecemasan
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh kekerasan, ia akan mengalami  ketegangan dalam hidupnya. Anak seperti ini akan hidup dalam kecemasan yang tinggi dan tumbuh dengan kecenderungan. Anak yang depresi, penakut atau sebaliknya Anak yang agresif dan beringas.
2.      Apatis, Dingin, Tak Berperasaan
Anak-anak yang tidak tahan mendengar pertengkaran/kekerasan yang dilakukan oleh orang tuanya, memaksa diri untuk mengunci pintu perasaannya, tidak mau peduli, lama-lama akan tumbuh jadi anak yang tidak berperasaan/anti sosial (jarang menangis, jarang sedih, jarang kecewa dsb karena perasaannya telah mati)
3.      Mengalamai Gangguan Emosional :   Trauma, hilangnya rasa percaya diri, kemarahan, percobaan bunuh diri, PTSD, penyalahgunaan narkotika, dll)
4.      Anak Tumbuh Menjadi Pribadi Pemarah
Anak yang melihat  pola hubungan orang tua: Dialog, Bersitegang, pemukulan
Setelah dewasa ia cenderung akan menerapkan pola hubungan yang sama : Dialog,Bersitegang, Pemukulan)
5.      Menghambat pertumbuhan anak
Anak yang sangat bergantung pada orang lain untuk menyediakan ketentraman pada jiwanya.
Atau sebaliknya :
Anak bisa tumbuh menjadi orang yang sulit mempercayai orang lain, sangat tertutup dan keras kepala.
6.      Mendistorsi pola relasi anak dengan orang lain :
Anak mengembangkan sikap manipulatif yang memandang orang lain sebagai obyek yang bisa dipermainkan/diperalat. Setelah dewasa ia   akan memperalat pasangannya untuk memenuhi hasrat dirinya tanpa mempedulikan kebutuhan pasangannya. Anak mendistorsi diri sebagai korban yang selalu minta belas kasihan (http://vemarp.multiply.com/journal/item/4, di akses 29-10-2009)
·         Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Terdapat banyak sekali cara atau model KDRT mulai dari melukai anggota keluarga dengan cara verbal seperti, membentak-bentak dan berkata-kata kotor. Sampai melukai dengan cara fisik seperti menampar. Yang masuk dalam kategori mengakibatkan luka terhadap korbannya. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga  menurut Mufidah (2003) meliputi kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual.
Venny (2003) menjelaskan bahwa ada empat bentuk kekerasan terhadap perempuan secara umum yaitu:
a.       Kekerasan fisik yaitu, kekerasan yang mengakibatkan cidera, luka, cacat, maupun kematian pada seseorang.
b.      Kekerasan psikologis yaitu, segala bentuk perilaku dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, kemampuan untuk bertindak dan rasa berdaya pada jiwa seseorang.
c.       Kekerasan seksual yaitu, segala tindakan yang mencakup pelecehan seksual atau perilaku seksual yang tidak dikehendaki biasanya disebut dengan istilah marital rape (pemerkosaan dalam perkawinan)
d.      Kekerasan ekonomi yaitu, segala tindakan yang bermaksud membatasi/ melarang seseorang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah untuk menghasilkan uang maupun di luar rumah untuk menghasilkan uang mauun barang atau sebaliknya, eksploitasi terhadap korban dan tidak membiayai/ menafkahi keluarga.
·         Sebab-sebab Terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga
Ketidakmengertian akan bentuk kekerasan dalam rumahtangga (KDRT) sering membuat para istri tak mengerti apa haknya dalam rumahtangga. Padahal, sebagai manusia, hak istri dan suami sama. Dengan kata lain, mereka setara, seperti yang tertuang dalam Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No 7/1984, dan berlaku sebagai hukum nasional. Isinya, persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam segala bidang. (http://www.kompas.com/hai.para .istri.kenali.hakmu, diakses13/10/2009)
Di antara asumsi yang melatari maraknya wacana di atas adalah mempertanyakan kembali “relasi antara perempuan/ istri dan laki-laki/suami” seiring dengan perkembangan dan perubahan pola kehidupan social ekonomi di mana mereka berada, setelah sekian lama distinsi kodrati boiogis diantara mereka ini kemudian melahirkan distinsi yang disebut dengan “gender” dan pada akhirnya meninggalkan buah diskriminasi bagi perempuan (jurnal, dorsumsisi, awal kekerasan terhadap wanita, isroqunnajah, 2001).
Diskriminasi yang melekatkan ketidakadilan ini berawal dari identifikasi terhadap perempuan dengan pelabelan sifat-sifat tertentu (stereo typing) yang cenderung merendahkan dan melecehkan seperti bahwa perempuan identik dengan sosok yang lemah, emosional, sentimental, tegar dan lain sebagainya yang pada gilirannya mereka dengan “manis” diposisikan dalam domain domestic, disubordinatkan (diletakkan di bawah supremasi laki-laki), dimarjinalkan dlam banyak kesempatan termasuk kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ilmu pengetahuan, lapangan kerja dan lain-lain serta yang paling mengenaskan dan sangat disayangkan adalah sering menjadi sasaran tindak kekerasan (violence), baik psikis maupun fisik dan tuduhan kambing hitam dari banyak perbuatan criminal dan bentuk ketidakadilan lainntya yang ditimpakan kepadanya  (jurnal, dorsumsisi, awal kekerasan terhadap wanita, isroqunnajah, 2001).
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah yang berkaitan erat dengan bias gender yang biasa terjadi pada masyarakat patriakal di mana distribusi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki timpang, sehingga kaum laki-laki mendominasi institusi social dan tubuh perempuan (Arivia, 1996). Dominasi kekuasaan suami atas isteri ini mencakup pula dorongan untuk mengontrol isterinya, termasuk mengontrol tubuhnya dengan melakukan kekerasan (Skrobanek, 1991).
Ciciek (1999) mengatakan bahwa terjadinya KDRT dipicu oleh:
a.       Fakta bahwa perempuan tidak setara dengan laki-laki di masyarakat, sehingga perempuan harus tunduk pada suami dan mengikuti kebenaran yang dianggap suami benar jika tidak suami tidak boleh melakukan kekerasan terhadap istri
b.      Laki-laki selalu dididik dan dibesarkan dengan kuat agar menjadi laki-laki yang kuat dan bagaimana dapat berkuasa atas dirinya dan orang-orang disekitarnya. Setelah dewasa dan berumah tangga laki-laki harus dapat berkuasa atas istrinya jika tidak maka dianggap laki-laki lemah, atas ini laki-laki akan menggunakan cara apapun termasuk kekerasan demi menundukkan istrinya
c.       Ketergantungan istri terhadap suami terutama dalam hal ekonomi, sehingga memposisikan istri di bawah kuasa suami sepenuhnya.
d.      Mitos menganggap KDRT sebagai masalah pribadi rumah tangga, sehingga tidak aa yang melapor ke polisi atau menolong istri yang dianiaya oleh suaminya
e.       Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama
·         Depresi
Depresi adalah suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Depresi merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri (http://id.wikipedia.org/wiki/Depresi)
Menurut seorang ilmuwan terkemuka yaitu Rice, P. L. (1992), memberikan definisi depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang psikopatologis, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas.
Depresi merupakan gangguan mental yang sering terjadi di tengah masyarakat, berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi. Penyakit ini kerap diabaikan karena dianggap bisa hilang sendiri tanpa pengobatan. Padahal, depresi yang tidak diterapi dengan baik bisa berakhir dengan bunuh diri. (http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/apa-itu-depresi/)
Menurut Chaplin (2005) depresi adalah:
1.      Pada orang normal merupakan gangguan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan, dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang.
2.      Pada kasus patologis, merupakan ketidakmauan ekstrim untuk mereaksi terhadap rangsang disertai menurunnya nilai diri, delusi ketidakpasan, tidak mampu, dan putus asa.

·         Penyebab Terjadinya Depresi
Penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
a.       Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
b.      Faktor psikoedukasi karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
c.       Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Secara umum orang mengalami depresi karena salah satu kejadian atau situasi sebagai berikut:
a.       Kehilangan orang yang dicintai, mungkin karena kematian
b.      Peristiwa traumatis atu stressfull, misalnya mengalami kekerasan, deprifasi sosial yang kronik atau penolakan sosial
c.       Penyakit fisik yang kronis
d.      Obat- obatan atau narkoba
e.       Adanya penyakit mental lain
f.       Seseorang yang mempunyai orang tua atau saudara kandung yang mengalami depresi akan mengalami peningkatan resiko mengalami depresi juga.
Secara khusus faktor- faktor yang menyebabkan depresi adalah sebagai berikut:
a.       faktor genetik
Bukti penelitian pada orang kembar menunjukkan bahwa jika salah satu kembar indentik didiagnosis menderita manik depresif kemungkinan 72% saudara kembarnya akan menderita gangguan yang sama. Angka kesesuaian yang menderita depresi (40%) juga lebih tinggi dari angka untuk kembar fraternal (11%), tetapi perbedaan antara kedua angka itu jauh lebih kecil jika dibandingkan perbedaan untuk kembar manik depresif.
Meskipun penyebab depresif secara pasti tidak dapat ditentukan, faktor genetik mempunyai peran terbesar. Gangguan alam perasaan cenderung terdapat dalam suatu keluarga tertentu. Bila suatu keluarga salah satu orang tuanya menderita depresi, maka anaknya beresiko dua kali lipat akan menderita depresi juga. Apabila kedua orang tuanya menderita depresi, maka resiko untuk mendapatkan gangguan alam perasaan sebelum usia 18 tahun menjadi 4 kali lipat (www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm)
Pada kembar minizogit 75% akan mengalami gangguan afektif sedangkan apabila kembar dizigot hanya 19%. Pricer (1968) dan Bertelsen et al (1977) melaporkan hasil yang hampir sama. Bagaimana proses gen diwariskan, belum diketahui secara pasti. Bahwa kembar monozigot tidak 100% menunjukkan gangguan afektif, kemungkinan ada faktor non-genetik yang turut berperan (www.tempo.co.id/medika/arsip/042001/pus-3.htm). 
b.      faktor biokimia
Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa mood kita diregulasi oleh neurotransmitter yang mengirimkan impuls syaraf dari satu neuron ke neuron lain. Sejumlah zat kimia berfungsi sebagai neurotransmitter di berbagai sistem syaraf yang berbeda, dan perilaku normal memerlukan keseimbangan yang cermat diantaranya. Tiga neurotransmitter yang diyakini memiliki peranan penting dalam gangguan mood adalah neuropinefrin, dopamine, dan serotonin. Suatu hipotesis yang diterima secara luas adalah depresi berkaitan dengan defisiensi salah satu atau ketiga neurotransmitter itu dan mania berkaitan dengan kelebihan salah satu atau ketiganya.
Beberapa studi menggambarkan bahwa sebagian depresi dan bunuh diri pada anak-anak dan remaja mengakibatkan hipersekresi dari.
Hormon pertumbuhan juga diperkirakan sebagai penyebab pathogenesis dari depresi. Tingginya hormon pertumbuhan basal pada malam hari ditemukan pada remaja yang depresi dan juga pada anak-anak yang depresi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mempunyai gangguan tersebut.
Hipotesis lain menyatakan bahwa depresi yang terjadi erat hubungannya dengan perubahan keseimbangan adrenergik-asetikolin yang ditandai dengan meningkatnya kolnergik, sementara dopamin secara fungsional menurun.
c.       faktor lingkungan
Faktor lingkungan seperti kehilangan sesuatu, stress, mungkin bisa jadi variabel penyebab yang terpenting. Karena depresi dapat timbul pada keluarga, anak-anak yang depresi lebih sering ditemukan pada keluarga atau orang tua yang mengalami depresi (lebih sering pada ibu). Interaksi ibu-ibu yang depresi pada anak-anaknya bisa berakibat negatif.
Pengalaman awal (hilangnya kasih sayang orang tua atau ketidakmampuan mendapatkan kepuasan melalui hasil keringat sendiri) mungkin juga menjadikan seseorang rentan terhadap depresi dikemudian hari.
Dilaporkan bahwa orang tua dengan gangguan afektif cenderung akan selalu menganiaya atau menelantarkan anaknya dan tidak mengetahui bahwa anaknya menderita depresi sehingga tidak berusaha untuk mengobatinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status perkawinan orang tua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga, perpisahan orang tua, perceraian, fungsi perkawinan, atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan depresi pada anak. Ibu yang menderita depresi lebih besar pengaruhnya terhadap kemungkinan gangguan psikopatologi anak dibandingkan ayah yang mengalami depresi. Ada hubungan yang siginifikan antara riwayat penganiayaan fisik atau seksual dengan depresi, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Depresi juga bisa muncul karena salah asuh di rumah. Anak yang mendapat perlakukan tidak mengenakan dari orangtua cendrung mudah marah dan tidak puas. Tapi anak tidak tahu cara pelampiasannya sehingga mereka melampiaskan ke dirinya sendiri.
Di antara contoh perlakuan orangtua yang tidak mengenakan adalah terlalu menuntut, selalu menyalahkan, tidak menghargai, atau sering berkata/berlaku kasar. Jika perlakuan seperti ini terus menerus diterima anak sementara lingkungan sosial mapupn sekolah juga menyudutkannya  maka anak bisa mengalami depresi.
Di sekolah mapupun lingkungan pergaulan lainnya anak-anak juga bisa mengalami berbagai kekecewaan misalnya anak sebyaa di aumumny asudah bisa melakukans sesuatu. Kalo ternyata anak tidak bisa, maka ia akan diejek oleh temen-temennya. Hal ini akan membuat dia kesal dengan dirinya sendiri. Dia akan bertnya-tanya kenap mati dak bisa melakukan seperti yang orang lain lakukan. Akibatnya si anak menjadi tidak percaya diri dan akhirnya depresi (http://olapsyche.multiply.com/journal/item/21).

·        Gejala Depresi
Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukkan gejala psikis, gejala fisik & sosial yang khas, seperti murung, sedih berkepanjangan, sensitif, mudah marah dan tersinggung, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya konsentrasi dan menurunnya daya tahan. Namun yang perlu diingat, setiap orang mempunyai perbedaan yang mendasar, yang memungkinkan suatu peristiwa atau perilaku dihadapi secara berbeda dan memunculkan reaksi yang berbeda antara satu orang dengan yang lain. Menurut Frank J., Bruno dalam Bukunya Mengatasi Depresi (1997) mengemukan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni:
1.      Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan,
2.      Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan.
3.      Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur,
4.      Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.
5.      Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa, saya selalu merasa lelah atau saya capai. Ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional, bukan faktor biologis.
6.      Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, saya menyia-nyiakan hidup saya, atau saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan, seringkali terjadi.
7.      Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, saya tidak bisa berkonsentrasi.
8.      Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alcohol atau narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung.
9.      Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung. (http://duniapsikologi.dagdigdug.com/2009/05/15/apa-itu-depresi/)

Menurut PPDGJ III depresi adalah gangguan yang memiliki karakteristik:
Gejala utama:
a.       Afek depresif
b.      Kehilangan minat dan kegembiraan
c.       Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya:
a.       Konsentrasi dan perhatian berkurang
b.      Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c.       Gagasan tentaang rasa bersalah dan tidak berguna
d.      Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e.       Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f.       Tidur terganggu
g.      Nafsu makan berkurang
Secara umum beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan terjadinya depresi:
a.       Berbagai penyakit fisik
b.      Faktor psikis
c.       Faktor sosial dan lingkungan
d.      Faktor obat
e.       Faktor usia
f.       Faktor genetik
Secara khusus penyebab suatu kondisi depresi meliputi:
a.       Faktor organobiologis karena ketidakseimbangan neurotransmiter di otak terutama serotonin
b.      Faktor psikoedukasi karena tekanan beban psikis, dampak pembelajaran perilaku terhadap suatu situasi sosial
c.       Faktor sosio-lingkungan misalnya karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, paska bencana, dampak situasi kehidupan sehari-hari lainnya
Menurut PPDGJ klasifikasi depresi adalah sebagai berikut:
a.       Episode depresif ringan
1.               Minimal harus ada dua dari tiga gejala utama depresi seperti kriteria PPDGJ
2.      Ditambah sekurang- kurangnya dua gejala sampingan (yang tidak boleh ada gejala berat diantaranya)
3.              Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu
4.       Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
b.      Episode depresif sedang
1.      minimal harus ada dua dari 3 gejala utama
2.      ditambah sekurang- kurangnya 3 (dan sebaiknya empat) dari gejala lainnya
3.      seluruh episode berlangsung minimal 2 minggu
4.      menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
5.      Tanpa gejala somatik atau dengan gejala somatik.
c.       Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
1.      semua gejala utama harus ada
2.      ditambah minimal 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat
3.      episode depresi terjadi minimal 2 minggu, namun dibenarkan dalam kurung waktu yang lebih singkat apabila gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
4.      Sangat tidak mungkin pasien untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
d.      Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Memenuhi seluruh kriteria episode depresif berat tanpa gejala psikotik disertai waham, halusinasi, atau stupor depresif

Ø  Hasil Penelitian

Menurut data statistic yang berhasil di himpun Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jawa Timur, pada tahun 2008 jumlah kasus KDRT yang masuk di PPT Jatim menurun sampai 15% di banding 2007. Dari data kasus yang masuk pada Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jatim, pada 2007, kasus KDRT pada perempuan dewasa dan anak mencapai 172 kasus. Sedangkan pada 2008 turun menjadi 152 kasus (http://www.jatimprov.go.id, di akses 19-10-2009). Terjadinya penurunan pada kasus KDRT pada tahun lalu, diindikasikan karena terdapat beberapa faktor penunjang. Misalnya, banyaknya instansi yang menangani kasus serupa, seperti Dinas Sosial (http://www.d-infokom-jatim.go.id, diakses 19-10-2009 )
Sedangkan Laporan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ke Ruang Pengaduan dan Konsultasi (RPK) Kabupaten Malang, Jawa Timur, selama dua tahun terakhir mengalami peningkatan cukup signifikan dari 127 kasus pada tahun 2007 menjadi 222 pada tahun 2008 (http://surabayapagi.com, diakses 19-10-2009). Di tahun 2008 (hingga 22 Desember) Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre mencatat bahwa mayoritas pelaku KDRT  terhadap perempuan adalah suami (76,98%), mantan suami (6,12%); orangtua, anak, saudara (4,68%). Di samping itu, 9,35% pelaku adalah pacar atau teman dekat. (http://www.perempuan.or.id/?q=content/tahun-2007-statistik-kekerasan-dalam-rumah-tangga, di akses 13-10-2009)
Dari 165 kasus yang diteliti oleh Mitra Perempuan, menunjukkan bahwa terbanyak berdampak pada gangguan kesakitan (kesehatan) jiwa (73,94%) disamping gangguan kesakitan fisik (50,30%) dan gangguan kesehatan reproduksi (4,85%). (http://www.perempuan.or.id/?q=content/tahun-2002-catatan-kekerasan-dalam-rumah-tangga , di akses 29-10-2009). Penelitian mengenai dampak KDRT terhadap kesehatan jiwa dan kesehatan reproduksi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Dampak KDRT terhadap kesehatan reproduksi telah dilakukan oleh Keumalahayati. Penelitian lain terkait dengan KDRT dilakukan oleh Niswatin Islamiyah, 2006 mengenai Dampak KDRT terhadap kondisi psikologis dan kesehatan mental dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Ø  Kerangka konsep penelitian


Kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT)


Depresi pada istri








G. HIPOTESIS

Ø  Variable penelitian
Dalam penelitian di atas terdapat dua variable penelitian yaitu kekerasan rumah tangga dan depresi pada istri.
X = Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Y = Depresi pada istri

Ø  Klasifikasi variable
Variabel bebas (independent) = Kekerasan dalam rumah tangga
Variabel terikat (dependent) = Perilaku anti sosial
Variabel bebas yaitu variable yang mempengaruhi variabel yang lainnya, sedangkan variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas


Ø  Definisi operasional
Kekerasan rumah tangga adalah suatu tindakan kekerasan baik secara fisik, psikologis, seksual maupun ekonomi yang dilakukan oleh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain yang dapat memberikan dampak baik secara medis, emosional, personal maupun professional
Depresi adalah  gangguan mental yang berawal dari stres yang tidak diatasi, maka seseorang bisa jatuh ke fase depresi diatndai dengan konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentaang rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, nafsu makan berkurang





















DAFTAR PUSTAKA
http://www.jatimprov.go.id, di akses 19-10-2009
http://surabayapagi.com, diakses 19-10-2009
http://prov.bkkbn.go.id, diakses 24/11/2009
http://olapsyche.multiply.com/journal/item/21
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Departemen of Public Information, United Natios, 1995. The advancement of woman. Notes for speakers. NY: United Nations. Nurhayati, Siti Rohmah. 2005. Atribusi Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kesadaran Terhadap Kesetaraan Gender, dan Strategi Menghadapi Masalah Pada Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Jurnal psikologi, vol 32, No 1
Venny, Adriana.2003. Memahami Kekerasan Terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan (YJP) & The Japan Foundation
Isroqunnajah, 2001., Dorsumsisi, Awal Kekerasan Terhadap Wanita. Malang : jurnal el Harakah No.56/XXVII/Januari-Maret.
Hakimi,M., Hayati, E.N., Marlinawati, V.U., Winkvist, A.,& Ellsberg, M.C. 2001. Membisu Demi Harmoni “Kekerasan terhadap istri dan kesehatan perempuan di Jawa Tengah, Indonesia”. Yogyakarta: LPKGM-FK UGM).
Ch, Mufidah.2003. Paradigma Gender. Malang : Bayumedia
Arivia, G. 1996. Mengapa Perempuan Disiksa?. Jurnal perempuan, edisi 01 (Agustus/September), 3-8
Skrobanek, S. 1991. violence against woman in the family. The case of Thailand. Makalah (tidak diterbitkan) Jakarta: Kalyanamitra. Nurhayati, Siti Rohmah. 2005. Atribusi Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kesadaran Terhadap Kesetaraan Gender, dan Strategi Menghadapi Masalah Pada Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Jurnal psikologi, vol 32, No 1
Ciciek, Farha. 1999. Ikhtiar Mengatasi Kekerasan dalam Rumah Tangga: Belajar dari Kehidupan Rasulullah SAW. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender, Perserikatan Solidaritas Perempuan & The Asia Foundation
Maslim R. (Ed.). 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya. Jakarta..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar